Cara Mulai Menabung ( Tinggalin kebiasaan salah yang di anggap normal )

Gambar
  Gue pernah tanya ke temen "Lo kerja 5 tahun, tabungan udah berapa?" Dia jawab  "Gak ada. Hidup gue buat bayar cicilan dan healing." Gue diem. Karena faktanya? Banyak anak muda Indonesia hidup buat kelihatan 'sukses', bukan beneran bebas finansial. Indonesia gak miskin. Tapi banyak orang Indonesia gak ngerti duit. Gaji naik, gaya hidup ikut naik. Utang gampang, cicilan jalan terus. Belanja dulu, mikir belakangan. Nabung? Investasi? Dana darurat? Cuma jadi wacana. Fakta ngeri nya 4 dari 10 anak muda Indonesia gak punya tabungan. 70% orang Indonesia gak ngerti cara kelola uang. Rata-rata utang konsumtif naik terus setiap tahun. Bukan karena kurang duit, tapi gak tau cara kelola. Gue banyak kenal orang yang Gaji Rp10 juta tapi bokek terus Tiap bulan ngejar paylater dan bayar cicilan Punya HP 15 juta, tapi tanggal 20an udah bingung Lucunya? Mereka bukan orang bodoh. Cuma gak sadar kalau mereka pelan-pelan nyusahin diri sendiri. Kenapa ini bahaya?  Karena ini bu...

Minimalisme : Perjalananku Menyederhanakan Hidup

Beberapa tahun lalu, aku adalah tipe orang yang suka menimbun barang. Lemari penuh, meja kerja berantakan, dan isi HP? Ratusan foto dan aplikasi yang jarang dipakai. Anehnya, makin banyak yang kupunya, makin sering aku merasa lelah—secara fisik dan mental.


Sampai suatu hari, aku membaca kalimat sederhana: “Less is more.” Awalnya terdengar klise. Tapi entah kenapa, kalimat itu nyangkut di kepala. Aku mulai cari tahu tentang minimalisme. Bukan yang ekstrem, ya. Aku enggak langsung buang semua barang atau pindah ke rumah super kosong. Tapi perlahan, aku mulai mengurangi, dan ternyata hidupku berubah.


Langkah Pertama: Merapikan yang Kusentuh Setiap Hari


Aku mulai dari meja kerja. Di situ aku sadar, 70% barang yang ada sebenarnya enggak perlu. Pensil kering, kertas catatan 2 tahun lalu, kabel yang bahkan aku lupa fungsinya. Setelah bersih-bersih, ada rasa lega yang susah dijelaskan. Seperti napas yang selama ini tertahan akhirnya bisa keluar.


Setelah itu, berlanjut ke lemari. Aku pakai metode sederhana: kalau dalam 6 bulan terakhir enggak dipakai, artinya aku enggak benar-benar butuh. Hasilnya? Aku menyumbangkan 3 tas besar pakaian, dan anehnya, justru merasa punya lebih banyak pilihan pakaian karena semua yang tersisa benar-benar aku suka dan nyaman dipakai.


Minimalisme Bukan Cuma Soal Barang


Yang enggak kalah penting, aku juga mulai menyederhanakan jadwalku. Dulu, aku gampang bilang iyake semua ajakan—nongkrong, proyek tambahan, undangan ini-itu. Akhirnya capek sendiri. Sekarang aku lebih selektif. Aku belajar bahwa istirahat dan waktu sendiri itu juga produktif.


Begitu juga dengan dunia digital. Aku unfollow akun-akun yang bikin insecure, bersihin galeri, bahkan sempat detoks media sosial seminggu. Hasilnya? Pikiran jauh lebih tenang. Aku jadi lebih hadir di momen-momen kecil yang sering terlewat.


Apa yang Aku Dapat?


Bukan sekadar ruangan yang lebih rapi, tapi juga ruang dalam diri yang lebih lapang. Aku belajar membedakan mana yang penting dan mana yang hanya memenuhi ruang kosong. Aku enggak bilang hidupku sekarang sempurna—tapi rasanya lebih ringan. Dan kadang, itu jauh lebih penting.

Kalau kamu sedang merasa sumpek, mungkin bukan karena kamu kurang punya sesuatu, tapi karena terlalu banyak memegang hal yang sebenarnya enggak perlu. Cobalah mulai dari satu sudut kecil—dan rasakan sendiri bagaimana rasanya punya ruang lebih, di rumah maupun di hati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Road Trip ku!

Siapa di Balik Layar? Mengungkap indentitas Pria Balik Layar

Sunsets, Surf, and Smile.. Bali